Saturday 19 March 2011

Primordialisme Pilkada

Sebentar lagi kembali Aceh Tengah serta beberapa daerah kabupaten lain yang berada di kawasan Aceh akan melaksanakan Pesta Demokrasi, pesta rakyat ini tentunya melibatkan segenap lapisan masyarakat tanpa mengenal Etnis, Bahasa, Golongan, kerabat, keluarga bahkan Kepentingan politik, artinya seorang warga negara yang telah memenuhi syarat sebagai pemilih yang ditentukan oleh Undang-Undang memiliki hak untuk memberikan dan memilih calon pemimpin mereka yang akan meng-nakhodai bahtera menuju laut lepas. Tentunya seorang nakhoda yang handal, cekatan dan dapat mengatasi gelombang dan badai yang menerjang.
Kabupaten Aceh Tengah dan Besecara mayoritas memang ditempati oleh suku Gayo namun suku-suku lain juga memiliki peranan penting dalam proses pembangunan yang berlangsung di Aceh Tengah. Keberagaman etnik dan kultur yang melekat di dalam struktur kehidupan masyarakat Dataran Tinggi ini menandakan bahwa negeri seribu bukit1 mampu menjadi sebuah daerah yang madani. Unsur kebersamaan dalam memajukan daerah sepertinya sudah terbiasa dilakukan masyarakat pribumi mulai dari dahulu sampai sekarang. Artinya implementasi kekerabatan dijadikan modal dalam konsep pembangunan.
Dalam keberagaman ini, penentuan pilihan tidak akan terlepas dari keberagaman yang ada termasuk unsur primordialistik. Pertimbangan-pertimbangan keluarga, teman, suku, ras/etnis, agama, kepentingan politik, opini masyarakat/tetangga, opini tim sukses, kepentingan bisnis, kepentingan kenyamanan dan keamanan, kepentingan akan keinginan tata pemerintahan yang baik dan bersih, serta berbagai kepentingan lainnya akan mewarnai pilihan kita.
Terlepas dari hal-hal diatas, masih banyak diantara pemilih yang hanya ikut-ikutan bahkan ada sebagian lagi ragu-ragu dalam menetukan pilihan, hal ini wajar karena Gayo adalah Indonesia Kecil dimana hampir semua suku yang ada di Indonesia berbaur dengan pribumi secara harmonis dan saling menghormati.
keberagaman seperti ini adalah satu hal yang harus dipertimbangkan untuk tetap terjaga. Semua etnis dan golongan hidup berdampingan dalam perbedaan. Bahkan, perbedaan itu menjadi kekuatan untuk kemajuan bersama di tanah ini. Pluralitas harus dijaga karena berbagai kemungkinan dapat saja terjadi apabila kepentingan kelompok tertentu dalam masyarakat plural itu terganggu.

Unsur Primordialisme

Primordialisme adalah paham yang menonjolkan, mengutamakan, atau mendasarkan diri pada ikatan-ikatan, symbol-simbol keaslian suatu daerah yakni agama, suku, dan ras(2). Ikatan-ikatan ini dianggap lebih utama daripada jenis-jenis ikatan sosial yang lain. Dalam masyarakat yang ditandai oleh semangat primordialistik, kesatuan-kesatuan sosial lebih banyak didasarkan pada ciri-ciri kesamaan tersebut. Masyarakat yang primordialistik cenderung tertutup terhadap kelompok sosial lain, sehingga tampil fanatik. Orang menjadi amat peka terhadap pembedaan. Fanatisme inilah yang bisa melenyapkan diskursus dan mematikan proses demokrasi. Semangat fanatik membuat proses demokrasi kehilangan nalar, dan tidak beda dengan adu kekuatan secara membabi buta.
Terlepas dari berbagai pertimbangan kita termasuk unsur primordialisme dalam menentukan pilihan ini, kita semua ingin dipimpin oleh seorang pemimpin kuat yang mampu mengamankan dan menyamankan semua golongan. Kita membutuhkan seorang memimpin bersih yang tidak mengikat oleh unsur primordialistik sempit yang tidak memberikan rasa damai dalam keberagaman kita

Demokrasi Melindungi Hak Semua Kalangan

Perbedaan memungkinkan manusia untuk saling berinteraksi. Yang satu mencukupi kebutuhannya dengan meminta dari yang lain dan sebaliknya. Dalam hubungan ini, idealnya masing-masing bertanggung jawab terhadap hidup partnernya. Sebab, kalau sampai yang satu mengancam atau melenyapkan yang lain itu, ia sendiri rugi karena kehilangan pihak yang mendukung hidupnya sendiri. Demokrasi dengan demikian adalah cara untuk bisa hidup bersama dengan tetap mempertahankan perbedaan, bukan melenyapkannya (Yermes Degei, 2009)
Hidup bersama tidak berarti kelompok mayoritas menentukan segala-galanya dalam masyarakat. Kepentingan mayoritas tidak bisa diutamakan kalau itu mengancam kehidupan kelompok minoritas. Dalam skema demokrasi, kepentingan setiap individu mengatasi kepentingan mayoritas. Artinya, struktur masyarakat demokratis harus diupayakan agar tidak satu individu pun terancam atau kehilangan hak-haknya. Demikian juga, kepentingan mayoritas tidak bisa dibenarkan kalau itu mengancam kebaikan hidup bersama (lih. Martin dalam Boucher dan Kelly (eds) 1998: 142).
Dengan demikian, demokrasi kita hendaknya tidak mengeliminasi hak-hak orang kecil dan lemah. Sebaliknya, sistem demokrasi, yang menetapkan prioritas seperti dianjurkan Martin di atas, membawa orang-orang kecil lebih dekat pada hak-hak mereka sebagai warga negara. Sejalan dengan itu, pemerintahan yang demokratis bukanlah pemerintahan yang melayani kepentingan kelompok mayoritas kalau kepentingan itu malah mengancam hak-hak rakyat minoritas.
Demokrasi bukanlah prosedur yang legitimasi sekadar untuk melenggangkan kepentingan-kepentingan kelompok mayoritas belaka! Maka demokrasi sebenarnya adalah cara bertindak dan cara diperlakukan warga masyarakat yang menjamin mereka tidak tercerai dan hak-hak sipil mereka.

Perilaku Etnis dalam Pilkada

APAKAH etnis kandidat mempengaruhi pilihan pemilih? Apakah pemilih lebih cenderung memilih kandidat atau partai yang sama dengan etnis mereka? Pertanyaan ini menjadi hal yang sangat penting dalam suksesnya pilkada dan mengantarkan kandidat menjadi orang yang menduduki kursi nomor 1. Faktor etnis adalah salah satu variabel penting yang bisa menjelaskan pilihan seseorang pada kandidat atau partai tertentu. Kesamaan ras dan etnik antara pemilih dan partai atau calon pejabat publik cenderung mempengaruhi perilaku memilih seseorang.

Arena Pilkada memberi kesempatan kepada kita untuk melihat lebih dalam kaitan antara etnis dengan perilaku pemilih. Berbeda dengan pemilihan legislative atau presiden (nasional), kandidat yang maju dalam Pilkada kemungkinan lebih banyak menggunakan isu dan sentimen etnis. Di sejumah Pilkada misalnya, kita kerap melihat munculnya isu seperti “putra daerah”, “calon pendatang”, “calon penduduk asli”, dan sebagainya.

Ada sejumlah alasan mengapa isu etnis lebih mungkin muncul dalam Pilkada dibandingkan dengan pemilihan nasional seperti Pemilu Legislatif dan presiden. Pertama, pertarungan kandidat dalam Pilkada umumnya bersifat lokal. Banyak kandidat yang maju mewakili kelompok tertentu. Ini menyebabkan kandidat yang kebetulan berasal atau didukung oleh kelompok mayoritas menggunakan isu dan sentimen etnis untuk mendapatkan dukungan dari pemilih. Kedua, isu yang diangkat dalam Pilkada umumnya bersifat lokal, seperti soal pembangunan daerah, kondisi spesifik di suatu wilayah.


Dengan semakin memanasnya suhu politik di daerah yang dihuni beragam etnis dan puluhan subetnis itu, isu suku, agama, ras, dan antar golongan (SARA) menjadi sensistif dan harus untuk dihindari bagi setiap pasangan kandidat beserta tim suksesnya, apabila pilkada ingin berjalan damai dan aman.

1. Drs. Muhammad Syukri, M.Pd. Dalam sebuah Catatan Di Face Book.
2. Tutorial oleh Prof. Francis Loh Kok Wah seorang Dosen Politik Universitas Sains Malaysia

0 comments:

Post a Comment

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Walgreens Printable Coupons