Saturday 2 April 2011

15 Daerah di Aceh Langgar UU Perbendaharaan Negara

15 Daerah di Aceh Langgar UU Perbendaharaan Negara

* Belum Serahkan Hasil Penggunaan APBK/APBA 2010 ke BPK

BANDA ACEH - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyatakan, sampai 1 April 2011 kemarin, dari 23 kabupaten/kota di Aceh, baru delapan yang telah menyerahkan laporan penggunaan dana APBK-nya kepada BPK. Ini artinya, masih 15 kabupaten/kota lagi plus pemerintah provinsi yang belum menyerahkan dokumen penggunaan dana APBK-nya untuk diaudit.

“Berdasarkan Pasal 56 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, gubernur dan bupati/wali kota menyerahkan laporan penggunaan dana APBA/APBK tahun lalunya kepada BPK untuk diaudit, paling lambat tiga bulan setelah tahun anggaran baru berjalan,” ujar Kepala BPK Perwakilan Aceh, Abdul Rifai Sholeh melalui Kabag Hukum dan Humas BPK Perwakilan Aceh, Rizaldi kepada Serambi di ruang kerjanya, Jumat (1/4).   

Delapan kabupaten yang telah menyerahkan dokumen penggunaan dana APBK-nya, sebut Rizaldi, adalah Kota Banda Aceh, Kabupaten Aceh Tengah, Aceh Selatan, Gayo Lues, Aceh Tamiang, Kota Lhokseumawe, Aceh Utara, dan Bener Meriah. Sisanya 15 kabupaten/kota lagi plus provinsi sampai kini belum menyerahkan dokumen penggunaan dana APBK/APBA tahun lalunya kepada BPK. Ke-15 kabupaten itu meliputi: Aceh Besar, Pidie, Pidie Jaya, Bireuen, Aceh Timur, Aceh Tenggara, Simeulue, Aceh Jaya, Aceh Barat, Aceh Barat Daya, Nagan Raya, Aceh Singkil, Kota Subulussalam, Langsa, dan Kota Sabang.

Rizaldi mengatakan, terhadap 15 kabupaten/kota yang tidak disiplin menyerahkan dokumen penggunaan dana APBK tahun lalunya kepada BPK, memang belum ada sanksinya. Tapi BPK menilai, kabupaten/kota yang belum menyerahkan dokumen penggunaan dana APBK-nya sampai tiga bulan saat tahun anggaran baru berjalan, dapat disimpulkan sementara bahwa pengelolaan keuangan daerahnya bermasalah.

Kabupaten/kota yang selalu terlambat menyerahkan dokumen penggunaan APBK tahun lalunya untuk diaudit, ungkap Rizaldi, pada waktu diaudit banyak ditemukan dugaan penyimpangan dan penyalahgunaan keuangan negara. Kecuali itu, nilai atau opini laporan hasil pemeriksaan (LHP) APBK-nya, hanya mendapat nilai wajar dengan pengecualian (WDP), tidak mendapat opini bagus, yaitu wajar tanpa pengecualian (WTP).

Contohnya, Bireuen, Aceh Jaya, Simeulue. Opini LHP APBK-nya, kalau tidak mendapat opini disclemer (buruk), ya paling tinggi WDP. Kabupaten/kota yang LHP APBK-nya mendapat nilai WDP, pada umumnya sistem pengelolaan keuangan dan pengawasan internalnya masih sangat lemah.

Ini terjadi, menurut Rizaldi, bisa disebabkan sumber daya manusia (SDM) di bagian keuangan daerahnya sangat terbatas, atau jumlah akuntannya sedikit, sehingga mereka tak mampu membuat sistem pelaporan keuangan yang tepat waktu dan benar. Tapi di sisi lain bisa juga karena faktor politis. Misalnya, keinginan untuk membuat belanja yang besar, sementara kemampuan pendapatan daerahnya rendah.

Selain itu, perseteruan antara eksekutif dan legislatif setempat dalam hal pagu anggaran belanja. Berbeda dengan Banda Aceh dan Aceh Tenggah. Dua kabupaten ini selalu saja LHP APBK-nya mendapat opini WDP. Laporan keuangannya telah berjalan baik dan memenuhi standar akuntansi nasional. Temuan dugaan penyimpangan dan penyalahgunaan kekuasaan dan keuangannya sangat sedikit. Kalaupun ada, hanya pada kesalahan administrasi. Itu pun kesalahan administrasinya setiap tahun menurun, setelah mendapat pembinaan dan teguran dari BPK.

Rizaldi mengatakan, sebenarnya tidak ada alasan bagi kabupaten/kota dan Pemerintah Aceh untuk selalu terlambat menyerahkan dokumen penggunaan dana APBK/APBA-nya ke BPK untuk diaudit. Sebab, jadwal penyusunan APBK/APBA telah disusun dan diatur dalam Permendagri dan UU Perbendaharaan negara maupun Keuangan Negara, kapan waktunya untuk penyusunan dan kapan harus dipertanggungjawabkan.

 Dana tambahan
Daerah-daerah yang selalu tepat waktu melaksanakan pertanggungjawaban keuangan daerahnya kepada BPK, kata Rizaldi, akan diberikan dana tambahan anggaran pembangunan dari Menkeu. Buktinya, Kota Banda Aceh sering mendapat belanja tambahan anggaran pembangunan dari pemerintah pusat atas prestasinya selalu mendapat opini WDP. Begitu juga Aceh Tenggah dan lima daerah lainnya yang telah mendapat LHP APBK-nya dengan opini WDP. (her)
http://aceh.tribunnews.com/news/view/52999/15-daerah-di-aceh-langgar-uu-perbendaharaan-negara

0 comments:

Post a Comment

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Walgreens Printable Coupons